Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak berlandaskan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang sudah beberapa kali direvisi. Aturan terbaru tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
UU HPP ini mengatur sanksi dengan lebih adil dan fleksibel, sekaligus mendorong kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak.
Jenis Sanksi dalam Pemeriksaan Pajak
1. Sanksi Administratif
Sanksi administratif muncul jika terdapat kelalaian atau kesalahan administratif. Bentuknya sanksi administratif ada tiga, yaitu:
- Denda
- Rp100.000 untuk keterlambatan SPT Tahunan Orang Pribadi.
- Rp1.000.000 untuk SPT Tahunan Badan.
- 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) bagi PKP yang tidak membuat faktur pajak tepat waktu.
- Bunga
Mengacu pada suku bunga acuan Menteri Keuangan + uplift, dihitung per bulan (maksimal 24 bulan). Berlaku pada keterlambatan pembayaran atau pembetulan SPT.
- Kenaikan
Sanksi paling berat di kategori administratif. Contohnya:
- 50% dari PPh yang kurang dibayar (pengungkapan ketidakbenaran SPT).
- 75% dari PPN/PPnBM yang tidak dibayar.
- 100% dari pajak dalam SKPKBT.
2. Sanksi Pidana
Jika terdapat unsur kesengajaan untuk merugikan negara, kasus berpotensi naik jadi sanksi pidana. Modus umumnya antara lain:
- Memakai NPWP palsu.
- Membuat faktur fiktif atau pembukuan ganda.
- Tidak menyetorkan pajak yang sudah dipotong/dipungut.
Sanksinya dapat jauh lebih berat, seperti:
- Penjara minimal 6 bulan, maksimal 6 tahun.
- Denda 2–4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Dalam kondisi tertentu, penyidikan bisa dihentikan jika Wajib Pajak melunasi pajak plus denda administratif (misalnya 3 kali kerugian negara untuk pelanggaran Pasal 39 UU KUP).
Hak Wajib Pajak Saat Pemeriksaan
Berdasarkan PMK Nomor 15 Tahun 2025, Wajib Pajak punya hak penting yang sering terlupakan, seperti:
- Mendapatkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan.
- Meminta penjelasan tujuan, alasan, dan ruang lingkup pemeriksaan.
- Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP).
- Meminta pembahasan tambahan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan.
Ajukan Keberatan & Banding Jika Tidak Sesuai
Jika hasil pemeriksaan atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) tidak sesuai, Wajib Pajak bisa menempuh jalur hukum dengan cara:
1. Mengajukan Keberatan
- Diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia.
- Paling lambat 3 bulan sejak SKP terbit.
- Pajak yang tidak disengketakan harus dibayar dulu.
Hal ini juga memiliki risiko, yaitu kalau keberatan ditolak ada denda 30% dari pajak yang disengketakan.
2. Mengajukan Banding
- Bisa dilakukan ke Pengadilan Pajak.
- Paling lambat 3 bulan sejak keputusan keberatan diterima.
- Kalau banding ditolak, dendanya lebih berat: 60% dari pajak yang disengketakan.
Artinya, langkah keberatan atau banding perlu pertimbangan matang serta pendampingan profesional agar tidak salah langkah.
Jangan Panik, Hadapi dengan Strategi
Pemeriksaan pajak bukanlah akhir, melainkan awal untuk memahami hak dan kewajiban Anda. Dengan bekal pengetahuan tentang sanksi, hak, dan jalur hukum, Wajib Pajak bisa menghadapi proses ini dengan lebih tenang.
Namun, karena risikonya bisa sangat besar, sebaiknya jangan hadapi sendiri. Pendampingan dari konsultan pajak profesional seperti Inatax akan sangat membantu. Tim ahli Inatax siap mendampingi Wajib Pajak dalam pemeriksaan, keberatan, hingga banding.
👉 Hubungi Inatax sekarang untuk memastikan langkah Anda tepat sesuai aturan, sekaligus menghindari potensi sanksi yang lebih berat.